Pagi ini cukup melelahkan. Bangun dari tidur
pinggang sudah pegal-pegal semua. Tak tahu apa sebabnya. Waktu masih terlalu
pagi – sekitar pukul 06.00 – untuk beranjak dari tempat tidur. aku putuskan
untuk tidur lagi.
Entah pukul berapa, dari arah luar ruangan
sudah ada wanita kecil yang teriak-teriak. “Mas, mas,” kurang lebih seperti itu
ucapanya. Peduli siapa. Aku acuhkan suara itu. Sampai aku melihat jam di Hp
sudah pukul 08.07. Aku lupa ada kuliah pukul delapan lewat lima belas menit. Bangun
pagi memang musuh (pagi? aih, ini sudah siang tauk!).
Singkatya, kuliah hari ini tak ada dosen.
Brengsek, si dosen tak masuk. Gak ngerti kali yak. Aku sudah susah-susah bangun
pagi hanya untuk kuliah. Effak lah. Tak apalah, aku putuskan untuk ngopi di
salah satu warung yang cukup jadi langganan.
Huer,,,,,, aku sudah sampai di tujuan. Intinya
aku sarapan, minum kopi, rokok an, ngobrol tentang sepeda motor teman yang
dipinjam orang tak dikenal saat dia tidur, dan hal-hal yang tidak penting.
Hehehehe. serampung itu, aku dan teman-teman kelas kembali ke kampus untuk
kuliah pada pukul 10.30.
Sebelum berangkat pulang aku mendapat pesan
dari “Raup”. Isinya kurang lebih seperti ini “mas, nangdi? digoleki Lia.
penting!”. Yah, tepat banget dengan tujuan ku ke kampus – karena mereka berada
di sekret.
Saat di tengah jalan menuju ruangan kuliah,
aku minta diturunkan oleh teman ku.
“Kamu gak masuk?” tanya teman ku.
“Gak ngerti,” jawabku sambil tertawa.
Aku berjalan menuju sekret. di sana sudah ada
Raup dan Lia. Baru masuk ke sekret si Lia sudah teriak kagak karuan. Dia
bercerita mendapat amplop berisi uang dari salah satu birokrat kampus. “Huem,
asik nih,” pikir ku, hehehehe. Dia bingung kagak karuan.
Lia menceritakan, saat selesai ngobrol dengan
salah satu birokrat kampus, dia mendapat “salam tempel” darinya untuk dia dan
Raup. Mereka sudah berusaha untuk tidak menerimannya. Tapi sang birokrat tidak
menyerah. “Si .......... memberikan uangnya secara paksa. padahal udah aku
tolak mas. sampai ampolpnya jatuh dan ditinggal masuk ke ruangannya. aku kan
gak enak mas mau masuk lagi, karena banyak dosen dan alumni di dalam ruangan
itu. Hih, pokok aku jijik mas. Apalagi banyak orang lo mas,” kata Lia. Si Raup
manggut-manggut sambil tersenyum. Ya dia menguatkan omongan si Lia gitu wes.
Aku belum menemukan jawaban atas perlakuan
birokrat terhadap Lia dan Raup. Apa modusnya? Kenapa? Mengapa? Bagaimana?
Dimana? Kapa? (hehehehe, kayak mau wawancara aja yak?)
Kemudian aku mendapat masukan dari salah satu
kawan yang sekarang ada di Jakarta untuk segera mengembalikan uang itu (fuh,
dowo tenan. males ngedit). Aku dan Ulum berangkat menuju rumah sang birokrat.
Di sana tak bertemu dengan yang bersangkutan dan, hanya bertemu dengan istrinya
saja. Hah, ya udah lah besok aja lah. Hehehehe