Minggu, 03 Agustus 2014

Perjalanan Suci

beberapa bulan lalu saya bertemu dengan kehidupan yang tidak pernah berbeda pada satu sisi, dua, bahkan beberapa sisi. saya bertanya pada salah satu teman tentang agamanya. dia menceritakan segalanya. teman lain, juga menjawab sepengetahuan dia. begitupun dengan teman satunya lagi. mereka menjawab keresahan saya dengan jawaban yang beda redaksi, penamaan, tingkah, atau semacam perbedaan pada entitas, bukan esensi.
teringat Freud yang menjelaskan tentang batas-batas manusia pada titik tertentu. saya teringat ungkapan teman yang mengatakan tidak ada batasan atas kita. kita bebas. kita bisa memilih sesuai apa yang kita mau. namun menurut saya itu masih sekelebat. bukankah tingkah alami kita sudah mewakilinya? saat kenyang tak mampu terisi lagi. kita mempunyai kuasa untuk meneruskan makan. tapi apa nantinya yang terjadi jika kita melanjutkannya? muntah. iya, kita sebagai manusia masih mempunyai batas-batas tertentu.

hal di atas telah bertemu saya selama satu bulan lebih. dan itu sedikir membuka mata. betapa tidak ada yang sempurna. karena manusia ada batasnya. saya berdoa, semoga saya tidak menjadi orang yang selalu menuntut atas sesuatu. Amin.

*tulisan di atas hanya saripati bangkai Syarif. tafsir luas dan bertanggungjawab membantu sesama manusia