Muhammad Rauf, mahasiswa Jurusan Tarbiyah, Prodi Pendidikan
Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember, telah
pulang ke rumahnya (ucapan yang tak penting). Dia cukup rajin untuk satu
kelasnya (meski hanya menurut ‘satu kelas’). Rumahnya di Jenggawah, dan yang
pasti Kabupaten Jember. Parasnya yang unyu-unyu, meski tak dapat dipungkiri
usianya memang sudah lanjut (entah lanjut 13 atau 40), membuat banyak orang tak
mengerti dia adalah orang yang cukup aktif dalam suatu forum. “Dia itu mas,
kalau di kelas banyak memberi sumbangsih pemikiran kepada kelas. Hebat kok mas.
Meskipun dari luar dia memang tak banyak bicara,” ungkap salah satu teman
kelasnya.
Tidak percaya dengan ocehan satu pihak (teman sekelas), saya
bertanya pada Mohammad Bahrul Ulum, salah satu aktifis kampus yang kebetulan
satu perjuangan menjadi aktifis (bukan pendemo). “Buh, kalau di forum itu aktif
bertanya mas (tertawa),” kata Ulum, julukan yang diberikan oleh lingkungannya. Dua
kubu membela Rauf habis-habisan. Tidak puas dengan jawaban yang masih condong
dengannya, saya bertanya pada teman seperjuangan lainnya. “Ah, anaknya itu
tertutup mas, malu-malu,” ujar Mutrika, yang apes mendapat julukan Muterik.
Rasa puas sudah saya dapatkan dari kubu ketiga. Tapi masih
ada yang mengganjal benak diri. Setelah beberapa kali mikir, ketemu juga
jawabanya. Saya berniat meneliti dia sebagai orang yang super aktif atau tidak.
Eh, ternyata memang benar. Dia itu dari luar diam, kalau di dalam super aktif (penilaian
subjekti dan haram untuk dijadikan rujukan).
Saya menyesal pada tanggal 10 No*ember 2013 (terserah mau
pakai ‘v’ atau ‘p’ gak ada larangan) dia menyatakan dengan tegas untuk tidak
akti super aktif lagi. Gejolak iman menjadi turun terhempas oleh topan Haiyan
di Filipina. “Lak wes wayahe yo jarno, iku kuasane kuoso,” tutut orang yang ada
di dalam kepingan CD di pasar Tanjung.
*Tulisan ini hanya fiktif belaka J