Senin, 24 Februari 2014

Mi Ayam vs Politik



Suasana politik menyelimuti daerah Jember. Musim penghujan tak tentu. Pedagang mi ayam, cilok, bakso atau dagangan yang lainnya sibuk berjuang menjajakan dagangannya. (aih, ngomong apa. kok gak karuan).
Sore ini, 10 Februari 2014, hujan cukup deras dengan awan yang buram. Para kawan-kawan baru sekret sedang berkumpul membahas PJTD. Ruangan yang kecil dengan menampung beberapa orang saja, membuat beberapa anggota harus keluar dari ruangan. Kali ini, terpenting kawan-kawan baru berada di sekret dan “ngobrol” tentang PJTD.
Pedagang mi ayam menjajakan dagangannya di depan UKM. Dia mengeluh dengan kondisi dagangannya yang belum laku. Sampai obrolan tentang kehidupannya dia bawa dalam obrolan yang tak bertema ini.
Dia bercerita, tahun politik adalah lahan basah untuk beberapa masyarakat. “Jika teringat beberapa tahun yang lalu, Saya geli sendiri. Delapan orang yang diantaranya Saya berkunjung ke salah satu rumah calon tokoh politik. Karena di sana mendapat makan, rokok dan pastinya uang,” ucapnya tertawa.
Meski begitu, tambahnya, tidak cukup satu calon tokoh politik. Satu sampai lima orang calon tokoh politik yang di datangi dalam satu malam. “Tiap rumah mendapat uang paling tidak Rp 50.000,” katanya. Tapi, hal itu lama dia tinggalkan karena dirasa tidak baik. Dia lebih memilih dagang mi ayam dengan hasil yang halal. “Sekarang Saya sudah tidak pernah begituan (berkunjung ke calon tokoh politik, red). Mending dagang mi ayam,” tegasnya.


(20/02/2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar