Rabu, 24 April 2013

Sepi



Sore ini (10/04), saya di ajak Budi pulang ke rumahnya. Untuk mengambil laptop di rumah kakaknya di kecamatan Ambulu, Jember. Tuntutan keluarga yang mengharuskan dia segera menyelesaikan skripsi dan lulus tepat waktu. Sebenarnya dia tidak ingin lulus tepat waktu dan mendalami dunia jurnalistik di pers mahasiswa. Namanya Unit Pers Mahasiswa Millenium Stain Jember. 

Jalan yang selalu di lalui Budi adalah Rambipuji. Jarang, bahkan nyaris tidak pernah pulang lewat jalur Ajung. Karena dibandingkan dengan Rambipuji, Ajung jalannya memutar. Selisih beberapa kilometer. Kami pulang naik sepeda motor dan bertepatan dengan pulangnya anak sekolah SMA. Sehingga jalanan cukup padat dengan seragam abu-abu ini.

Lewat terminal Jember, angkutan umum mulai antre keluar dari jalan keluar kendaraan. Dengan beberapa siswa yang tampak memasuki pintu masuk terminal dengan tergesa-gesa. Mereka takut tertinggal angkutan umum yang ada. Dan mereka mengejar angkutan umum yang mulai keluar dari terminal. 

Sekitar pasar Rambipuji, saya melihat alumni anggota Millenium sedang mengendarai sepeda motor. Mbak Elok, namanya. Badan gemuk, model kerudungnya, dan cara mengendarai sepeda motor muda dikenali meski dari belakang. Padatnya kendaraan membuat kami lebih fokus pada lalu lintas dan kendaraan yang ada. 

Setelah melewati Rambipuji. Saya melihat anak-anak kecil sedang bermain laying-layang di daerah Curah Malang. Ini membuat teringat masa kecil dulu. “Meski saya tidak pernah berhasil menerbangkan layang-layang,” dalam pikir saya.

Saya yang membonceng Budi merasakan jalanan kali ini sepi. Tak begitu banyak kendaraan yang menuju arah ke selatan. Ini sampai daerah Balung yang baru kemudian mulai banyak kendaraan lalu lalang. Rasa sepi hilang, panas menyapa dengan berlebihan. Terasa beda antara Rambipuji dengan Balung. Saya merasa lebih panas Balung hari ini. 

Menuju selatan cukup lancar. Tidak ada kendala yang berarti. Hanya saat di pasar Balung, ada truk yang mengangkut pasir kemudian berhamburan tertiup angin. Akhirnya mata menjadi korban membabi butanya pasir yang di tiup angin. 

Pemandangan setelah Balung adalah warung lesehan, tempat pemancingan, dan pabrik genteng. Lokasi warung berada setelah rel lokomotif jika dari arah utara. Dan tempat pemancingan tepat di depan agak ke selatan warung lesehan. Sedangkan pabrik genteng berada di selatannya, yaitu di desa Tamansari. Setelah Tamansari baru memasuki kecamatan Wuluhan. Daerah dimana rumah Budi berdiri.

Di jalan, kami berpapasan dengan ayah Budi sedang membonceng karung berwarna putih. Ketika tiba di rumah Budi, suasana sepi. Hanya ada neneknya saja. Sedang ibu sedang ada di luar.
(30/04/13)