Rabu, 05 Agustus 2015

Em-U-I



Ma’ruf Amin menjadi wakil ketua majelis ulama Indonesia (MUI) sejak 2014 (menurut laman resminya) menggantikan Din Syamsuddin setelah Sahal Mahfudz, ketua MUI wafat pada 24 Januari 2014. Dia cukup berpengalaman dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Dua partai Islam, PKB dan PPP pernah menjadi tempatnya kongkow. Selain itu, sekarang dia yang menggawangi bagian fatwa di tubuh MUI. Termasuk beberapa hari ini soal BPJS yang mendapat fatwa haram berujung pada keharusan mengganti sistemnya yang syariah. Adalah bentuk hasil fatwa yang digawangi Ma’ruf Amin.
Laman resmi MUI menyantumkan tujuannya:
...terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridhai Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).
Terinspirasi sebuah buku karangan Hartono Ahmad Jaiz yang berjudul ‘Aliran dan Paham Sesat di Indonesia’. Buku ini menceritakan beberapa paham yang menurutnya sesat. Diantaranya Ahmadiyah, Syiah, LDII. Deskripsi soal sesat nya paham minim dan terbilang prematur sekali. Karena untuk menggambarkan dan menjelaskan kondisi kesesatan Ahmadiah, misalnya, hanya setengah halaman dengan beberapa poin. Untuk itu, saya juga akan menulis beberapa keluh kesah tentang MUI sebatas permukaannya saja. Tak lain berharap tulisan saya menjadi penetralisir atau semacam obat dari tindakan MUI yang terkadang ngawur. Karena dalam buku itu tertulis betapa buku itu menjadi rujukan diskusi bagi para kalangan ulama, kyai, pesantren maupun organisasi keagamaan. Betapa bahagiannya saya jika tulisan saya menjadi rujukan orang menyikapi fatwa dan segala macam tindakan yang dilakukan oleh MUI. Sebentuk dan serupa refleksi diri lah.
1.       Badan Lisensi Halal Haram
Sungguh tak bijak MUI ini. Meskipun sudah menjadi gerutu sejak dulu namun tak pernah selesai persoalan ini. Tujuan MUI mewujudkan masyarakat yang berkualitas dan diridhai Allah misalnya. Bukankah Allah tak pernah berharap seluruh manusia ini memeluk Islam sebagai agama panutannya? Malahan, saat saya nyantri di taman pendidikan Quran (TPQ) dulu, diajarkan bahwa agama ini terpecah. Tak hanya satu. Yahudi, misalnya. Akan ada sampai dunia kiamat. Sungguh, betapa egois satu lembaga negara ini. Tersirat ingin melakukan Islamisasi terhadap masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
2.       Fatwa Haram
Segala hal menjadi cakupan MUI. Ini lembaga negara urusan apa sih sebenarnya? Haruskah saya ikut pesimis dengan beberapa teman saat melihat hukum, peraturan, sistem yang tak jelas, ambigu, molor.
BPJS, misalnya. Mendapat sebentuk keharusan untuk merubah sistemnya sesuai syariah. Betapa kurang pekerjaan badan lembaga negara ini. Ada  berita yang bilang ini soal rebutan nasabah BPJS. Entahlah. Saya masih (mencoba) khusnudzon kepada badan lembaga negara ini. Daging babi haram. Alah-alah. Njuk piye iki coba gae wong2 Bali. Ngingik
Saya tak mau list lebih banyak. Karena tulisan ini lebih panjang dari tulisan inspirator saya, Hartono Ahmad Jaiz yang membuat daftar paham agama sesat di Indonesia. njuk piye cobak?
Saya teringat obrolan dengan teman soal kebutuhan dan hasrat. Sepertinya MUI sedang dalam tahap hasrat, ngaceng. Karena dia sebagai lembaga negara tidak memberikan kebutuhan masyarakat melainkan sekadar hasrat. Fatwa-fatwa dibuat menghabiskan anggaran makan soto untuk sidang pleno, misalnya. Bukankah masyarakat tak butuh fatwa itu. soal pertambangan yang ramah lingkungan misalnya. tak jauh beda dengan uu pertambangan pada umumnya yang harus mengikuti proses AMDAL , misalnya. namun itu masih mending dibanding sekarang yang mengeluarkan fatwa BPJS haram dan menjadi harus syariah. Dia sibuk mencari citra untuk dirinya sendiri. Alah-alah, entahlah. Saya kok jadi malas menulis yang serius soal MUI ini. Terlalu untung. Nanti malah dapat dengan mudah untuk mereka cari alibi. Mentok saya difatwa sesat. Huffttt

*goyang drible ala duo serigala tak jadi fatwa atau geger. Inul Daratista aja sempat dicekal oleh Roma Irama. Ini sing pentilnya ra karuan mental mentul malah gembrandul kamana-mana. Sungguh. Pingin bunuh diri saja rasanya.