Selasa, 25 November 2014

Mari Berjejaring dan Saling Menguatkan

Berbagai definisi muncul tentang mantan. Tentang bayang-bayang ilusi, penyakit flu, sampai penyomotan hadits —entah sohih atau maudu’. Meski sebenarnya tak perlu didenisikan seorang mantan. Saya tidak paham dengan teori atau apapun. Saya hanya mencoba menulis dengan hati nurani yang dalam sedalam-dalamnya.
Bagaimana mendefinisikan sesuatu yang tidak dapat ditentukan perbedaannya. Semisal antara langit dan bumi masih dapat didefinisikan dengan perbedaannya. Mantan? Apakah lawannya calon mantan? Pacar? Bagaimana dengan mereka yang belum pacaran. Mereka butuh calon pacar, lalu pacar, baru klimaks menjadi mantan. Kan kasihan hidupnya. Sia-sia sekali habis waktu untuk menyabet predikat mantan.
Saya percaya dengan saling keterkaitan antara satu dengan lainnya mutlak ada. Semisal saya dengan ibu. Tak mungkin ada sosok saya yang keren tanpa ibu susah payah membuka lebar ke dua kakinya sambil bilang, “nak, kamu dulu yang lewat”. Atau lebih lanjut,ulah mantan yang sebabkan perih yang sering kalian eluhkan —para lelaki rapuh. Apa hubungannya? Pernahkah kalian —para lelaki rapuh— bertanya kondisi mereka? Jangan-jangan mereka sedang bercanda gurau dengan pacarnya yang baru (bukan maksud menyinggung yang (mungkin) merasa ditipu karena LDR).
Kalian —para lelaki rapuh— sudah gagal paham dengan hal ini. Hubungan anak dengan ibu wajar. Mantanmu dengan kamu? Tidak ada hubungan. Anggap saja saling tukar kado —tentunya dengan jarak yang puluhan kilometer, adalah tahap awal sebagai pegawai kantor pos. karena kalian dituntut untuk paham atas penulisan alamat tujuan, pengirim, berikut nomor telpon yang dapat dihubungi.
Coba saja kalian pahami. Mantan tidak berdiri sendiri sebagai orang yang pernah ngisi perasaan kalian. Dia ngisi hati kalian itu atas perasaan. Sekadar memindah tulisan yang ada di dinding sekret, “tidak ada sesuatu di luar teks. Segalanya adalah teks,” Nietszche.
Bayangkan teks adalah mantan kalian. Betapa hidupmu penuh dengan mantan? Seharusnya tak perlu menyesal karena itu adalah bagian dari kehidupan. Bahkan di satu sisi menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan. “Dulu bapak pernah pacaran dengan anak Banjarmasin, kota Seribu Sungai itu lo,” cerita pada anak-anak.
Penyebab kalian rapuh mungkin kerena mantan mencintai kalian karena terpengaruh beberapa sebab. Kegantengan (jika ada), sekadar penambah track record untuk cv mantan, atau hanya ingin nulis buku yang bisa best seller dengan kisahnya sendiri. berpacaran selama empat tahun berakhir di kantor pos dengan air mata yang kalian tumpahkan untuk mantan.
Mantan adalah mantan. “Mari berjejaring dan saling menguatkan”* dari barisan para mantan.


*tulisan di dinding sekret

Tragedi Cipok Basah

Mulut terasa pahit lama tidak makan asinan, manisan, atau istilah kerennya “jajan”. Minggu, 9 November 2014 malam, aku dan Lia—salah satu teman di sekret—berencana mencari bakso bakar di depan kampus Stain Jember—biarpun orang lain menyebutnya IAIN Jember, aku masih suka nama itu.
Proses membakar pentol lama. Aku memutuskan untuk mencarri minuman segar di toko-toko sekitar perusahaan kerupuk. Kurang lebih waktu yang aku buang 10 menit. Dan bakso bakar pun belum siap santap. “y owes, aku neng bunderan—tempat yang berada di belakang akademik—disek. Wi-fi-an,” ucapku pada Lia sedang menunggu bakso bakar.
Tiba di bunderan, ada dua pasangan yang asik pelukan. Aku tidak habis pikir. Di tempat yang terbuka, masih ada penerangan, cukup banyak orang, dekat masjid—meski tidak ada hubungannya, mahasiswa yang katanya IAIN Jember.  #moralmu #lho.
Lia membawa bakso bakar dengan bungkus plastik. Ada lima tusuk pentol yang dipatok harga lima ribu. Aku asik youy tube an. Lia entah browsing apa. Sekitar menit ke lima belas. Mereka tambah menjadi. Posisi bunderan terdiri dari dua tempat duduk paten yang melingkar dengan atap yang berbentuk payung. Ada yang menyebut bunderan sebagai payungan.
Aku dan Lia duduk di samping masing-masing satu pasangan. Pasangan di samping Lia sedang asik pelukan sambil ciuman. Sedangkan pasangan di sampingku sedang asik pelukan dengan kondisi si cewek sambil menangis—mungkin kesakitan. Aku sih #rapopo. Tapi Lia mulai risih yang sejak duduk sudah pelukan di tempat umum begitu.
Akhirnya Lia mengajak balik ke sekret saja.
Dugaan: mungkin kedua pasangan itu sedang gandrung dengan lirik lagu “aku pingin pentol sing enek endoke, aku pingin pentol sing dobel endoke, aku pingin pentol pentol pentol pentol pentol, sing akeh emine (saya ingin pentol yang ada telurnya, saya pingin pentol yang dobel telurnya, saya ingin pentol pentol pentol pentol pentol, yang banyak mi-nya).

Catatan: tulisan ini tidak bermaksud untuk melecehkan seseorang, atau melakukan tindakan yang melanggar SARA. Tulisan ini murni kenyataan dan tidak dibuat-buat. Diperbolehkan meng-copy sebagian atau seluruh tulisan untuk keperluan pendidikan. Terima kasih.