Kamis, 26 November 2015

Oposisi Biner

"Maaf, air galon nya tidak ada," kata penjaga toko di sebelah Masjid Tabanan, Kediri. Namun ucapan itu muncul setelah saya ke tempat galon dan kosong. Lalu bertanya kepada penjaga toko yang lain dan melempar saya ke penjaga awal.
Saya merasa sedih dengan kondisi kelompok minor di tengah-tengah kelompok mayor. Mungkin karena saya berjenggot dianggap sebagai umat Muslim. Sedangkan toko yang saya hampiri adalah milik umat Hindhu. Saya rasa ini dampak dari pemberitaan media atas suatu konflik horizontal antar warga disuatu daerah. Para warga berkonflik karena latarbelakang agama minor dan mayor. Umat Hindhu dan Muslim, misalnya. Mereka -kelompok minor- mendapat perlakuan diskriminatif dari para kelompok mayor dengan alasan beda, sesat, ahli neraka, pantas dimusnahkan, tidak boleh hidup bersandingan. Akibatnya membentuk mental saling bersitegang dan saling tindas saat menjadi kelompok mayor. Hidup itu tak melulu biner: malam dan siang, baik dan buruk. Menurut Eriyanto dalam analisis naratif pola komunikasi itu ada oposisi segi empat. Jadi tak melulu oposisi biner.

Bukankah banyak nya pulau dan budaya menjadi tanda akan adanya Tuhan? Lalu, mengapa mengingkari kebesaran Tuhan jika hal itu sebagai refleksi diri dan tujuan atas kehidupan?

6/11/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar