Selasa, 08 Oktober 2013

Lampu Pertigaan

lampu dipertigaan kita bertemu sekarang redup, sejak
kepergian-m-u lampu-lampu penerang jalan hancur, setiap
malam para preman, perampok melemparinya dengan batu
'ah,' hanya kata itu yang tersisa

mungkin kau ingat. saat
pak Rois, kepala dusun kita berpidato
tangannya mengepal geram, suaranya keras
menyibakkan daun bambu di belakang "gandok"
'ah,' teringat saat bibir-m-u bersatu dengan mulutku

#

anak-m-u persis dari tubuh ibunya
saat kulihat bibirnya, ya
mirip dengan bibir-m-u

beda dulu
beda sekarang

lampu-lampu penerang jalan sangat terang
"gandok" dan kepala dusun suaranya lirih, terlebih
tubuhnya menggigil seperti lagi sakau karena narkotika
'ah,' dalam pikirku beda

satu yang masih sama, para
perampok, preman, semakin eksis dan nyentrik gayanya
di bawah lampu penerang jalan, sesekali
mereka mesum dan minum air keras
'ah,' pikirku biasa
#

bangsat!
mereka tambah profesi, menjadi
pemerkosa Ris. dan anak-m-u
merintih keras malam itu
itu aku dengar dari para warga

bibir indah warisan-m-u kini lebam
oleh jeritan-jeritan tawa lelaki bejat itu

sama sekali tidak menyesal hariku tanpa
bibir-m-u. tapi
anak-m-u Ris!
dia belum pernah merasakan mulut lelaki yang tulus mencintainya.
 
 
(06/10/2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar