Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa?
Kuharus bagaimana kasih?
(petikan lirik Melly
Goeslaw-Gantung)
Saya sudah membuat tulisan tentang tidak mendapatnya hak
beasiswa pada semester tujuh di blog dan web. Kemudian saya share melalui
facebook dan cc bapak rektor IAIN Jember, Babun Suharto. Juga twitter dan salah
satu teman sempat mensen dikti. Tetap tidak ada tanggapan. Nasib mahasiswa
Bidikmisi yang berjuang untuk otak di luar kelas tak pantas dihiraukan. Camkan
itu (untuk mahasiswa penerima beasiswa. Jangan mengembangkan otak kalian di
luar kelas. Konsekuensinya: Dorr! Otak kalian berceceran).
Beberapa hari yang lalu tepatnya, 9 Januari 2015 saya
mengirim email kepada ibu Rahmawati. Dia bekerja untuk kementerian agama,
Dirjenpendis (Direktur Jenderal Pendidikan Islam). Itu masih dugaan saya.
Karena namanya tercatat dalam surat edaran yang ditujukan kepada seluruh
Pimpinan PTAIN penyelenggara Bidikmisi. Dengan nomor DJ. I/ Dt. I.IV/PP.00.9/2503/2014
tertanggal 13 Oktober 2014. (surat terlampir)
Untuk jabatan saya tidak tahu pasti. Namun dalam surat itu
tertulis, untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sdri. Rahmawati
082260095777 atau ismiwati 08158821364. Alhasil email saya sampai sekarang, 17
Januari 2015 masih tidak mendapat balasan.
Pernah saya mengirim pesan singkat yang isinya, “Assalamualaikum,
Saya M Syarifuddin mahasiswa IAIN Jember penerima Bidikmisi. Saya tadi sore
mengirim email yang berisikan beberapa pertanyaan kepada ibu. Sebelumnya saya
sudah menghubungi ibu Ismiwati. Namun direkomendasikan oleh beliau ke ibu
Rahmawati untuk info lebih lengkap. Saya berharap email tersebut lekas ibu
balas untuk kebaikan bersama. Terima kasih sebelumnya. Assalamualaikum,”.
Kemudian saya mendapat balasan, “maaf sy baru baca.....ok ok senin aku lihat
y”.
Hanya itu balasan yang saya dapat pada 10 Januari 2015. Pada
13 Januari dan 17 Januari 2015 saya mengirim pesan lagi yang isinya tentang
meminta balasan kepada ibu Rahmawati. Apalah daya, mahasiswa penerima Bidikmisi
yang mengemis penjelasan bukanlah hal yang perlu untuk dihiraukan. Terlebih
mahasiswa yang mengembangkan otaknya di luar kelas. Kritik adalah penyakit yang
harus ditekan agar tidak merusak rencana yang sudah dibangun. (Mana mungkin karena email yang saya kirim bernama "Surat Cinta"?)
SURAT EDARAN itu saya dapat dari Sukarno, pembantu rektor
(PK) III IAIN Jember. Sebelumnya saya hendak mengemis bukti bahwa permintaan
kartu hasil studi (KHS), fotokopi rekening dan kartu tanda mahasiswa sebagai
syarat pencairan dana Bidikmisi benar adanya. Beruntung Sukarno memberikan
surat edaran tersebut yang menurutnya adalah bukti tentang syarat pencairan
dana Bidikmisi nyata adanya.
Saya mencoba mengingat tentang ucapan Sukarno pada waktu
itu. Saya bertanya tentang apakah surat edaran itu boleh saya minta atau kopi? Dia
menjawab, surat itu tidak masalah saat saya minta. Toh surat itu bukan data
haram. Tapi mengapa tidak di-share
secara bebas kepada para penerima Bidikmisi? Iya aneh jika surat edaran tentang
Bidikmisi disebar secara luas ke mahasiswa umum, bukan Bidikmisi. Ayolah gaes,
apa betul saya gila gaes?
Banyak keganjilan yang saya temukan (cie, aku sok jadi
penemu nih gaes) pada ucapan Sukarno. Saya akan mendapat dana Bidikmisi pada
semester selanjutnya, tidak tahun ini. Tapi menurut teman Bidikmisi yang lain
saat sosialisasi persyaratan pencairan Bidikmisi Sukarno mengatakan, jika satu
kali tidak mengumpulkan persyaratan pencairan Bidikmisi. Maka untuk selamanya
tida akan mendapat cairan dana Bidikmisi.
Perihal lainnnya adalah saat memberikan surat edaran kepada
saya. Tak perlu lah memberikan surat sambil bilang “ambil saja. Ini bukan data
haram (kurang lebih seperti itu. Karena rekamannya ada di hp yang dibawa kakak
saya. Namannya juga pinjam hp gaes)”. Padahal saat sosialisasi tidak diberikan. Kalo itu surat bukan data haram. Kasih tahu anak Bidikmisi dong gaes, mereka
berhak tahu. Tapi ya memang betul sih gaes. Jika tidak minta kenapa dikasih ya?
Toh, dulu pernah ngasih tahu surat perintah dari pusat (ngomongnya) tapi
hasilnya debat. Ribet. Nggak mau kan gaes ribet ke dua kalinya? Ya kan gaes?
lelah gaessss....
Waktu kedatangan saya ke ruangan Sukarno hampir berbarengan
dengan waktu Dzuhur. Selang beberapa menit adzan sudah berkumandang di masjid
Sunan Ampel, IAIN Jember. Saat saya menunggu fotokopian dari fotokopian surat
edaran tersebut Sukarno bertanya banyak hal. Kamu sekolah dimana dulu SMA nya?
Rumah? Seputar itu lah gaes. Ingatanku sudah lumpuh gaes.
Memangnya mau apa? Masak iya mau menekan saya dari
orang-orang yang ada di sekolahan SMA? Orang-orang rumah? Ya monggo gaes. Saya
sudah durhaka kok, kafir terhadap omongan mereka yang berbau GEJE (engGEk
Jelas). Palingan saya mencoba meluruskan (cie, aku kayak tukang las, meluruskan
yang bengkok).
Kampus ini terasa horor sekali. Mistis. Misterius. Pokok
serem lah gaes. Ada jurus bayangan yang kalau gaes tidak tahu wujud aslinya
bisa-bisa kena ninjutsu atau senjutsunya. Serius. Apalagi rubah ber-ekor
sembilan sudah dicopot dari tubuh sang kesatria, Naruto. Nasib pahlawan sedang
diujung tanduk melawan sakaratul maut. Ya begitulah pokoknya gaes. Pahlawan itu
menangnya akhir (ya kalau sudah kiamat, di akhirat. Greget pingin njotosnya itu
lo. Apalah daya. YME pingin hukum dengan kuasanya sendiri. Aku nggak bisa ikut
campur. Ya sudahlah itu haknya gaes....) (selingan kisah pahlawan Naruto).
Saya tidak sengaja menemukan kliping bertuliskan “STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN BEASISWA DAN KERINGANAN UKT”. Dalam kliping itu
tercatat Wakil Ketua III STAIN Jember, Sukarno menandatangani kliping itu pada
1 Maret 2014. Lama banget kan gaes? Tapi saya masih beranggapan dalam kliping
terbaru (jika ada) tidak akan jauh berbeda dari kliping yang saya temukan ini. Secara
administratif, pedoman peraturan yang baik tidak berlaku surut. Iya kan gaes? Baik, itu saat ada yang kurang mendapat tambahan untuk menjadi lebih baik.
Kliping itu mencatat beberapa persyaratan untuk mahasiswa
mendapat beasiswa Bidikmisi.
1.
Tercatat sebagai mahasiswa STAIN Jember pada
semester 1 (satu)
2.
Mengajukan permohonan beasiswa Bidikmisi dan
mendapat rekomendasi dari masing-masing koordinator Prodi dan diketahui Jurusan
3.
Lulus test membaca kitab
kuning dan hafalan Al Qur’an (pada angkatan 2011 saat saya mendaftar tida ada)
4.
Mendapat surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa/kelurahan setempat atau keterangan lain, misalnya: kartu jaminan
kesehatan masyarakat (jamkesmas), atau kartu bantuan langsung tunai (BLT) atau,
bantuan langsung sementara (BLSM), atau kartu keluarga miskin (GAKIN), atau
kartu program keluarga harapan (PKH) atau rekening listrik 400 watt
5.
Beasiswa Bidikmisi diberikan selama 8 (delapan)
semester
6.
Beasiswa Bidikmisi
bersumber pada DIPA STAIN Jember sebesar 6.000.000,- (enam juta rupiah) per
mahasiswa per semester
7.
Bantuan biaya hidup yang
diserahkan kepada mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi sekurang-kurangnya Rp
600.000,- (enam ratus ribu rupiah) setiap bulannya
8.
Penerima beasiswa
Bidikmisi di SK kan oleh ketua STAIN Jember,
Penghentian
Bantuan:
A.
Telah menyelesaikan
batas studi (8 semester)
B.
Cuti karena sakit atau
alasan lain
C.
Karena skorsing, apabila
kena skorsing 1 (satu) semester, maka bantuan Bidikmisinya dihentikan dan
dialihkan pada mahasiswa lain satu angkatan dan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan
D.
Non aktif (tidak
melakukan daftar ulang/her-registrasi)
Coba gaes baca yang sudah saya merahi. Nomor enam misalnya,
tidak pernah ada kejelasan dari pihak Sukarno (setahu saya. maaf saya kotor dan
hina) tentang dana 6 juta per semester. Malah beberapa teman Bidikmisi kecewa
terhadap pengelolaan Bidikmisi oleh Sukarno dibanding dengan Faisol Nasar bin
Madi, pengelola Bidikmisi sebelum Sukarno. Selama Faisol ada kegiatan yang
dicanangkan. Pengembangan bahasa Arab atau Inggris misalnya.
Berbeda dengan Sukarno yang saat penerima Bidikmisi menanyakan
dana 6 juta atau kegiatan untuk Bidikmisi. Pihaknya menjawab, jika mau ada
kegiatan silahkan ajukan proposal. Nanti kita kasih uang untuk kegiatan kalian.
Yaelah gaes. Masak tugasnya kayak tukang parkir gaes. Ngasih karcis saat masuk
dan keluar diminta lagi. Pada masa Sukarno mahasiswa penerima Bidikmisi tidak
mendapat pengembangan otak secara akademik. Hanya di kelas yang mirip penjara
kami besar. Ingin bebas siap-siap kena tembak. Dorrr! Otak berceceran.
Nomor 7 juga sedikit menjadi catatan. Sekurang-kurangnya
600.000,-. Halo gaes, itu minimal gaes. Tapi untuk ukuran saya yang hanya kebutuhan
makan, celana sejak masuk kuliah hanya beli satu kali, beli buku, pulsa, kos,
ya bisa dibilang cukuplah. (ngempet gaes yang mau beli buku, baju, gadget
baru).
Aneh dan terjadi pada saya saat ini gaes, ya nomor 8 itu. Saya dihentikan
penerimaan Bidikmisi dengan alasan yang cukup tidak jelas. Poin A misalnya,
saya masih semester 7. Poin B saya tidak sedang cuti kuliah. Untuk poin C mungkin saja saya kali ini dalam tahap skorsing. Tapi mana permintaan saya
(dulu ditulisan awal-awal) tidak mendapat respon. Permintaan untuk dialihkan ke
mahasiswa lain. Apalagi dalam nomor 8 di atas pada poin C tertulis jelas, “bantuan
Bidikmisinya dihentikan dan dialihkan pada mahasiswa lain satu angkatan dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan”. Namun peraturan itu kan tertulis di
kertas gaes. Dalam kehidupan nyata mau dijalankan kan tergantung pelakunya kan
gaes. Meski sudah tanda tangan? Peduli apa gaes? Padahal itu ada SK lo gaes?
Alah mungkin mereka lelah gaesss...
Untuk beberapa surat/tulisan lainnya bisa dilihat kok gaes,
nggak mistis atau misterius.
*lagi lagi tulisan ini saya buat dengan ala kadarnya;
ingatan yang lemah, manusia yang kotor, hina, miskin, tidak pantas untuk duduk
dibangku kuliah.
**tulisan ini tidak bertujuan untuk propaganda. Saya sudah
berusaha untuk melakukan konfirmasi kepada pihak yang terkait. Namun apalah
daya. Mahasiswa miskin nan hina tak pantas mendapatkan pengetahuan yang lebih
di luar kelas. Sudah miskin bandel pula. Mohon jangan berteman dengan saya. Karena
saya dianggap bandel dan pantas untuk ditekan agar tak tumbuh menjadi tumbuhan
yang membantu menyadarkan lingkungan sekitar.
***semoga amal ibadah orang-orang yang rajin memenuhi
panggilan solat dengan cepat tanpa memedulikan mahasiswa miskin, hina,
pengganggu kenyamanan dalam jabatan diterima amal ibadahnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar