‘Orang tua’. Kau adalah orang tua bagiku. Duduk di bangku
kuliah lebih lama daripada aku. Kita selisih satu tahun di kampus STAIN Jember.
Dengan Jurusan yang tak sama. Kau di Tarbiyah (pendidikan) dan aku di Syariah—ada
yang memahaminya sebagai hukum, hubungan internasional, kumpulan para penghulu
muda, atau ‘tukang pemisah’ hubungan tali pernikahan. Kau lebih dikenal dengan
sebutan UDIN. Nama lengkapmu yang aku dengar dari pelantikan Resimen Mahasiswa
(Menwa) tadi malam adalah UDIN ARDIAN.
Semester empat, kuliah yang paling banyak waktu aku habiskan
dengan mu di gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) STAIN Jember. Kita habiskan
waktu dengan dua temanku yang sekarang sudah lulus. Sebut saja Afwan dan Budi.
Kabarnya mereka sudah bekerja. Semoga mereka mendapat pekerjaan yang layak
sesuai hati dan kepercayaannya, amin.
Aku lupa untuk menuliskan nama teman yang akhir-akhir ini
dekat denganmu, Khamsun. Nama lengkapnya jika tidak salah Amanatun Khamsun. Dia
aktif di organisasi ke-olahragaan. Kabarnya dia sempat singgah di rumahmu,
Bali. Sempat aku iri dengan Khamsun. Tapi kau pasti ada alasan lain. Toh, kita
akhir-akhir ini jarang bisa menghabiskan waktu secara bersama-sama. Kau sibuk
dengan urusan skripsimu. Aku dengan kegiatan organisasiku, Unit Pers Mahasiswa (UPM)
Millenium.
Yang selalu muncul jika aku ingin bertemu denganmu di ruang
imajinasi adalah ‘masak bareng’. Pada semester empat—dan kau semester enam—kita
sering masak bareng. Kau membawa mejikom dari Menwa, aku membawa nasi. Untuk
lauk kita patungan. Selalu begitu setiap hari. Seperti rapalan yang selalu
dilakukan oleh pemuja tuhan di tiap malamnya.
Selain itu yang tidak bisa hilang dari imajinasiku ketika
kita beradu kartu, poker. Afwan dan Budi selalu mengejek. Yang lain pun juga
ikutan. Termasuk aku. Malam itu ada mas Fais alumni Millenium, Rijal anggota
pramuka, Khamsun yang tidak begitu bisa memainkan kartu, dan beberapa teman
kita yang aku lupa untuk mengingatnya. Kau adalah ‘musuh’ yang cukup tangguh
untuk kami—anggota
MIllenium—kalahkan.
Meski kau mendapat serangan dari segala sisi, ejekan, kau tersenyum dengan
gayamu yang sok-sokan tegas. Seperti anak Menwa pada kebanyakan. Mungkin kau
terlalu menghayati waktu di pendidikan Menwa. Entahlah.
Tak jarang kita terlibat saling lempar olokan. Tapi tak ada
dendam antara kita. Kita adalah keluarga. Meski dulu sempat tidak suka padamu
karena background/ideology mu yang
berbeda denganku. Hah, itu hanya warisan konflik dari pendahulu kita UDIN.
Meski begitu, sepeda Vixion-mu tak jarang aku pinjam. Entah
pulang ke rumah, beli nasi, menjemput teman di tawang alun Jember, atau sekadar
ke kontrakan ganti pakaian. Satu yang paling aku suka darimu. Kau tidak pernah
perhitungan dengan temanmu. Entah bensin, olokan, atau yang lain. Cuman ketika
kau mentok dengan olokan, kau selalu memukul dengan kasih sayang, tidak keras.
Hanya pelampiasan betapa kau ‘gemas’ dan ingin emosi. Tapi tak kau muntahkan.
Engkau tahan sampai kau bisa menetralisir sendiri. UDIN, kau adalah teman yang
beda dengan lain.
Atas nama Asu, Jamput, Jancuk, Naskleng, kita sering lempar
kata-kata itu. Meski pada awal-awal kau tidak mafhum dengan kata-kata itu—kecuali
Naskleng karena itu bahasa Bali. Karena kau tidak mengerti bahasa jawa. Kau
adalah mahasiswa asal Bali yang tidak paham dengan bahasa jawa. Lain halnya
Malik—teman
akrabmu dari Bali yang beberapa bulan lalu memenuhi ruang obrolan kita.
Ingin aku melanjutkan lembaran skripsimu itu. Aku tahu kau
serius dalam pengerjaannya. Tiap malam browsing di sela-sela dinginnya sikap
pohon-pohon kampus. Kau seperti pencuri wi-fi,
duduk-duduk digelapnya malam sendirian. Pernah kau bilang padaku kalau kau
malu jika ditempat yang terang. Sudah merasa tua. Eh, merasa tua karena tiap
kali kita bertemu aku menyebutmu dengan sebutan ‘orang tua’.
Aku sudah bosan kuliah di Syariah. Jika diijinkan, aku akan
melanjutkan skripsimu yang tertunda itu UDIN. Kenapa kau menundanya? Apa ada
orang lain yang mengganggumu? Tuhan? Malaikat? Dosenmu? Temanmu? Mana, aku
ingin mengajaknya duel. Padahal aku kemarin minta padamu agar bisa segera
menyusulmu menjadi sarjana. Aku bilang padamu bahwa masak aku lulus bebarengan
dengan mahasiswa angkatan 2013? Kau hanya membalas senyum dan tidak bekata
apapun. Lagi-lagi kau tersenyum. Tidak seperti biasanya yang balik ‘gojloki’
aku ‘aduh’ dan kau lanjutkan dengan guyonan khasmu. Mungkin kau sudah bosan
dengan olokanku yang kau kau jumpai tiap bertemu.
Kau pernah bilang padaku ingin segera lulus dan melanjutkan
karirmu di bidang militer. Tapi kemarin pagi, kau pamit pulang UDIN. Dan aku
belum sempat melemparkan ucapan Asu, Jamput, Jancuk padamu. Apa kau sudah bosan
dengan ucapanku? Sehingga kau tidak mau lagi mendengar olokanku? Bangsat,
Bajingan.
Sering kita bertukar batang rokok, sabun mandi, sarung, hp.
Sekarang? Bertukar olokan pun kita tak mampu. Dasar Asu, Jamput, Jancuk,
Bajingan, Bangsat. Kenapa kau tidak mau lagi melakukan ritual berbagi itu lagi
UDIN? Kenapa kau memilih untuk menyendiri? Ada masalah? Ayolah cerita seperti
yang kita lakukan beberapa bulan yang lalu. Khamsun merindukanmu. Budi juga.
Afwan belum aku kabari. Nanti aku kabari dia. Pastinya dia tidak rela kau
sendiri. Kalau galau bilang aja DIN. Tidak usah sampai menyendiri begitu.
Sampai kapan kau menyendiri? Esok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun
depan, atau kapan. Pastinya aku dan teman-teman akan menyusulmu. Nanti, jika
kita diberi waktu untuk bareng-bareng lagi. Jangan lupa untuk bertukar dengan
ucapan Asu, Jamput, Jancuk dengan kita ya. Aku tunggu lo ya. Serius.
Ya sudah. Aku mau ngabari Afwan dulu. Tunggu aku di situ ya.
Kami akan menyusulmu kok. Lengkap dengan kartu. Olokan, batangan rokok, malam,
dinginnya pohon-pohon kampus, serta gedung UKM yang menjadi tempat kita
bertemu. Kalau butuh apa-apa jangan sungkan untuk ngabari aku di sini. Tetap,
di sekret UPM Millenium lantai satu. Tepat depan kantor Menwa. Aku sekarang
masih tetap gondrong. Jangan lupa itu ya.
Tadi aku mendapat kabar dari komandan Menwa terpilih, Fandi.
Besok rombongan anak UKM dan Pembantu Ketua (PK) tiga akan berkunjung ke
rumahmu. Jangan beranjak ya. Tetep di situ. Tunggu rombongan dari kampus ya.
Kabar selanjutnya aku kabari lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar