Senin, 04 Maret 2013

Dosen Politis



Pagi ini, Kamis (28/02) terasa membosankan. Saya yang sudah tidur sejak sore pukul 22.00 sudah baru bangun pukul 06.00. Tubuh terasa pegal semua. Namun, setelah bangun tidak ada teman yang di ajak ngobrol bareng dan buku yang ingin dibaca. Akhirnya saya memutuskan untuk tidur kembali.

Tidur tidak terasa nyaman. Setiap setengah jam sekali saya bangun melihat jam waktu yang ada di HP. Takut terlambat datang kuliah, karena hari ini masuk pukul 08.15. tepat pukul 07.30 saya mencoba mandi yang dari kemarin belum mandi. Rampung mandi langsung berangkat ke kampus dengan jalan kaki. Biasanya saya nebeng ke teman, kali ini mereka tidak ada kuliah. Terpaksa jalan kaki.

Jarak dua ratus meter dari pondok, ada kendaraan bermotor yang hampir di tabrak dari belakang. Sepedah itu milik Yamaha, tahun keluaran 2005, tulisan merek berwarna merah dengan lainnya putih. Ternyata dia adalah teman satu kampus beda kelas. Satu Jurusan dan Prodi di STAIN Jember. Berangkat ke kampus tidak jalan kaki, naik sepeda motor dengan teman mengurangi rasa panas matahari yang menyengat.

Sampai di kampus saya diturunkan di dekat gerbang masuk. Dia berjumpa temannya satu kelas saat memasuki gerbang. “Saya hendak jalan-jalan ke rumah teman,” ujarnya dengan memutar arah sepeda motornya. Saya melanjutkan ke kelas dengan jalan kaki tapi mengambil lebih dulu baju di sekret, karena yang saya pakai adalah kaos, dan itu dilarang di dalam kelas.

Sekret masih tutup. Kunci di bawa Budi dan Ulum, untuk sekarang mereka masih belum datang. Tidak tahu sedang apa. Sewaktu saya mengirim SMS tidak ada balasan dari mereka. Karena tidak segera datang, memutuskan untuk masuk ke kelas terlebih dulu dan meminjam jaket pada teman seperti yang biasa saya lakukan.

Meninggalkan sekret bertemu dengan Taufik, dia adalah teman satu kelas yang ikut di organisasi pramuka. “Kenapa kamu tidak membawa baju? Di sanggar (sebutan kantor pramuka) ada baju lo!” Saya tidak ambil pusing langsung putar badan menuju sanggar yang tepat di sebelah selatan sekret. Dia mengambilakan baju lengan panjang dengan motif bintik-bintik hitam. Selesai mengenakan baju. Kami melangsungkan jalan untuk berangkat ke kelas.

Tiba di depan kantor Jurusan Dakwah teman-teman masih duduk santai. Saya ikut nimbrung dengan mereka. Membahas sesuatu yang sebenarnya tida penting dan GJ. Itu tradisi kelas kami sembari menunggu dosen. Sangat jarang ada teman yang meluangkan waktu menunggu dosen dengan membaca, termasuk saya. J

Selang beberapa menit. Dosen kami sudah datang dari arah barat menuju kelas kami di ruang 18 Syariah. Dan saya masih tidak paham wajah dosen itu. Ini adalah pertemuan pertama kalinya. Setelah kami semua masuk kelas dosen itu langsung menjelaskan beberapa inti dari mata kuliah yang di ajarnya. Adalah mata kuliah wakaf yang menjadi mata kuliah hari ini.

Sesekali dia bercerita tentang organisasi yang pernah di ikutinya dulu saat menjadi mahasiswa, PMII. ini karena teman-teman memintanya. Dan tidak aneh jika mereka hanya terdiam dan menganggap dia sebagai orang yang hebat. Kelas yang saya tempati di dominasi oleh mahasiswa yang sama dengan apa yang pernah dosen ikuti. Tak jarang sanjungan dan anggukan kepala mereka lakukan. Aneh!

Kelas semakin tidak kondusif ketika dosen ini membiarkan teman-teman curhat masalah-masalah mereka. Cinta, jodoh, misalnya. Permasalahan ini mendapat tanggapan positif dari dosen dan pembicaraan semakin tidak karuan, ruwet. Tampak beberapa mahasiswa yang tidur, dan memasang headset di telinganya, dan ada yang ngobrol sendiri.

Juga ada beberapa teman HMI yang duduk di pojok kelas dengan muka masam dan memerah. Tidak tahu apa sebabnya. Tiba-tiba dosen itu menyinggung pengalamannya yang pernah dekat dengan aktivis HMI di daerah Jakarta. “Sampai dulu ada yang menganggap kalau saya aktivis HMI. Mungkin saking akrabnya,” kata dosen dengan berjenggot panjang tapi tidak lebat itu. Setelah dosen mengungkapkan itu, teman saya HMI berubah wajah seketika. Tampak seperti robot yang Kendali, penuh di pegang oleh seorang dosen. J

Obrolan semakin rancu dan tak terarah pada dunia akademis, bahkan obrolan GJ sekalipun. Lebih pada persoalan penyampaian politis yang dilakukan oleh sang dosen. Dia begitu kuasa dalam kelas ini. Teringat film yang merepresentasikan seorang sejarawan, Gie. Dalam filmnya ada guru yang mempunyai kendali penuh terhadap sekumpulan murid. Tidak pada Gie yang menentang dan berakhir pada hasil nilainya yang anjlok, akibat melawan guru yang salah dalam menyampaikan materi. Sekadar permasalahan sok kuasa dan tidak mau terbuka terhadap pengatahuan murid. Tragis! J



(28/02/13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar