Pagi ini, Kamis
(28/02) terasa membosankan. Saya yang sudah tidur sejak sore pukul 22.00 sudah
baru bangun pukul 06.00. Tubuh terasa pegal semua. Namun, setelah bangun tidak
ada teman yang di ajak ngobrol bareng dan buku yang ingin dibaca. Akhirnya saya
memutuskan untuk tidur kembali.
Tidur tidak
terasa nyaman. Setiap setengah jam sekali saya bangun melihat jam waktu yang
ada di HP. Takut terlambat datang kuliah, karena hari ini masuk pukul 08.15.
tepat pukul 07.30 saya mencoba mandi yang dari kemarin belum mandi. Rampung
mandi langsung berangkat ke kampus dengan jalan kaki. Biasanya saya nebeng ke
teman, kali ini mereka tidak ada kuliah. Terpaksa jalan kaki.
Jarak dua ratus
meter dari pondok, ada kendaraan bermotor yang hampir di tabrak dari belakang. Sepedah
itu milik Yamaha, tahun keluaran 2005, tulisan merek berwarna merah dengan
lainnya putih. Ternyata dia adalah teman satu kampus beda kelas. Satu Jurusan
dan Prodi di STAIN Jember. Berangkat ke kampus tidak jalan kaki, naik sepeda
motor dengan teman mengurangi rasa panas matahari yang menyengat.
Sampai di kampus
saya diturunkan di dekat gerbang masuk. Dia berjumpa temannya satu kelas saat
memasuki gerbang. “Saya hendak jalan-jalan ke rumah teman,” ujarnya dengan
memutar arah sepeda motornya. Saya melanjutkan ke kelas dengan jalan kaki tapi
mengambil lebih dulu baju di sekret, karena yang saya pakai adalah kaos, dan
itu dilarang di dalam kelas.
Sekret masih
tutup. Kunci di bawa Budi dan Ulum, untuk sekarang mereka masih belum datang.
Tidak tahu sedang apa. Sewaktu saya mengirim SMS tidak ada balasan dari mereka.
Karena tidak segera datang, memutuskan untuk masuk ke kelas terlebih dulu dan
meminjam jaket pada teman seperti yang biasa saya lakukan.
Meninggalkan
sekret bertemu dengan Taufik, dia adalah teman satu kelas yang ikut di
organisasi pramuka. “Kenapa kamu tidak membawa baju? Di sanggar (sebutan kantor
pramuka) ada baju lo!” Saya tidak ambil pusing langsung putar badan menuju
sanggar yang tepat di sebelah selatan sekret. Dia mengambilakan baju lengan
panjang dengan motif bintik-bintik hitam. Selesai mengenakan baju. Kami
melangsungkan jalan untuk berangkat ke kelas.
Tiba di depan
kantor Jurusan Dakwah teman-teman masih duduk santai. Saya ikut nimbrung dengan
mereka. Membahas sesuatu yang sebenarnya tida penting dan GJ. Itu tradisi kelas
kami sembari menunggu dosen. Sangat jarang ada teman yang meluangkan waktu
menunggu dosen dengan membaca, termasuk saya. J
Selang beberapa
menit. Dosen kami sudah datang dari arah barat menuju kelas kami di ruang 18
Syariah. Dan saya masih tidak paham wajah dosen itu. Ini adalah pertemuan
pertama kalinya. Setelah kami semua masuk kelas dosen itu langsung menjelaskan
beberapa inti dari mata kuliah yang di ajarnya. Adalah mata kuliah wakaf yang
menjadi mata kuliah hari ini.
Sesekali dia
bercerita tentang organisasi yang pernah di ikutinya dulu saat menjadi
mahasiswa, PMII. ini karena teman-teman memintanya. Dan tidak aneh jika mereka
hanya terdiam dan menganggap dia sebagai orang yang hebat. Kelas yang saya
tempati di dominasi oleh mahasiswa yang sama dengan apa yang pernah dosen
ikuti. Tak jarang sanjungan dan anggukan kepala mereka lakukan. Aneh!
Kelas semakin
tidak kondusif ketika dosen ini membiarkan teman-teman curhat masalah-masalah
mereka. Cinta, jodoh, misalnya. Permasalahan ini mendapat tanggapan positif
dari dosen dan pembicaraan semakin tidak karuan, ruwet. Tampak beberapa
mahasiswa yang tidur, dan memasang headset
di telinganya, dan ada yang ngobrol sendiri.
Juga ada
beberapa teman HMI yang duduk di pojok kelas dengan muka masam dan memerah.
Tidak tahu apa sebabnya. Tiba-tiba dosen itu menyinggung pengalamannya yang
pernah dekat dengan aktivis HMI di daerah Jakarta. “Sampai dulu ada yang
menganggap kalau saya aktivis HMI. Mungkin saking akrabnya,” kata dosen dengan
berjenggot panjang tapi tidak lebat itu. Setelah dosen mengungkapkan itu, teman
saya HMI berubah wajah seketika. Tampak seperti robot yang Kendali, penuh di
pegang oleh seorang dosen. J
Obrolan semakin
rancu dan tak terarah pada dunia akademis, bahkan obrolan GJ sekalipun. Lebih
pada persoalan penyampaian politis yang dilakukan oleh sang dosen. Dia begitu
kuasa dalam kelas ini. Teringat film yang merepresentasikan seorang sejarawan,
Gie. Dalam filmnya ada guru yang mempunyai kendali penuh terhadap sekumpulan
murid. Tidak pada Gie yang menentang dan berakhir pada hasil nilainya yang
anjlok, akibat melawan guru yang salah dalam menyampaikan materi. Sekadar
permasalahan sok kuasa dan tidak mau terbuka terhadap pengatahuan murid.
Tragis! J
(28/02/13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar