Jumat, 22 Februari 2013

Analisis Framing



Hawa panas jumat (22/02) masih terasa. Saya dan dua teman, Budi dan Ulum tidak bicara sepatah kata apapun. Kami berdiam diri sibuk dengan urusan masing-masing. Budi sibuk otak-atik komputer, sedang Ulum sibuk membaca koran. Dan saya tidak melakukan apapun hanya bermain Hp, karena baru datang di sekret.
Satu jam berlalu. Pukul 14.54 Ulum mengingatkan saya pada diskusi yang akan dimulai. “Sudah hamper jam tiga. Temen-temen kok belum datang ya?” Tanya Ulum. Saya acuh pada pertanyaan Ulum. Kemudian dia menambahkan, jika Richa salah satu calon anggota baru akan datang. Dia mengetahui itu dari status facebooknya. Mendengar itu saya hanya tertawa dan meninggalkan Ulum di sekret bersama Budi untuk keluar ke toilet.
Setelah selesai dari toilet. Masih belum juga datang teman-teman. Hingga Ulum memutuskan mencari nasi sembari menunggu teman-teman. Selang beberapa menit mereka datang. Febri, Lia, Richa, dan beberapa teman yang menyusul di belakangnya.
Budi membuka diskusi kali ini dengan tujuh calon anggota baru. Diantaranya: Rauf, Bunga, Lia, Febri, Fitri, Rere, Richa. Budi melanjutkan diskusi jumat kemarin terkait “Analisis Framing”. Dia memberikan kertas satu lembar kepada masing-masing peserta diksusi. Itu adalah tulisan Budi yang berjudul “Mencetak Jurnalis Muda”. Pertama, Budi menjelaskan, perbedaan antara positivis dengan konstruksionis. Dalam penjelasan itu dia menerangkan, pandangan yang digunakan dalam framing adalah kontruksionis. Bukan sekadar pada positivis. Karena positivis lebih mangarah pada kebenaran yang di dapatnya sendiri, tanpa melalui sebuah konstruksi oleh diri.
Diskusi semakin mengalir setelah beberapa teman baru yang bertanya. Richa, misalnya. Dia bertanya masalah subyektif seorang wartawan yang tidak obyektif. Dalam kesempatan itu, Budi menjawab, sesungguhnya seorang wartawan memang subyektif. Namun, setelah dia mengungkapkan kebenaran sesuai yang terjadi. Itu akan menjadi sebuah ke-obyektifan seorang wartawan. Mereka masih bingung dengan masalah itu. Dan saya hanya menambahi, dalam pemberitaan yang terpenting adalah “cover both side”. Maksudnya berita harus berimbang dan tidak berat sebelah. Berat di sini lebih condong pada suatu kelompok atau golongan.
Guna memperjelas kebingungan teman-teman. Budi menambahkan, misalnya dalam tulisannya itu. Yang memang pada awal diskusi belum dibahas. Karena dia masih memberikan pengantar diskusi saja, sebelum membahas isi tulisan itu. Budi menjelaskan, tulisan yang sudah kami pegang adalah sebuah konstruksi terhadap sebuah lembaga yang bagus. Terbukti tidak ada kata-kata yang membuat citra lembaga itu buruk. “Dan itulah yang dinamakan framing,” katanya. Framing adalah sebuah pembingkaian terhadap suatu peristiwa sesuai wartawannya. Dia mencontohkan, dalam tulisan itu terdapat kutipan dari salah satu perserta yang ikut acara pelatihan jurnalistik. Dalam kutipan itu peserta sangat antusias terhadap acara pelatihan jurnalistik. Ini yang kemudian membentuk sudut pandang pembaca bahwa acara itu memang di ikuti oleh peserta secara antusias.
Namun, Rere, salah satu orang yang ikut dalam pelatihan itu menyanggah pernyataan Budi. Dia mengungkapkan, tidak semua orang yang mengikuti acara itu antusias. Terbukti beberapa orang tidak hadir untuk mengikuti kegiatan pelatihan itu. Menanggapi pernyataan Rere. Budi menjawab, lagi-lagi dia mengatakan itulah yang disebut dengan framing. Yaitu membuang sisi lain dari suatu peristiwa dan menonjolkan satu sisi saja. Mendengar itu, Lia menyambung, “berarti dalam framing memang membuang satu sisi dan menonjolkan satu sisi saja ya mas?”. Dan Budi membenarkan pernyataannya itu.
Memperjelas pernyataannya itu. Budi member gambaran pada sebuah media yang mengabarkan teroris. Pasti yang di beritakan orang yang memakai baju gamis. Pakai kopyah, dan beberapa atribut yang dapat menggiring pembaca pada sebuah asumsi kalau teroris adalah orang Islam. Pada kenyataanya adalah ada beberapa teroris yang berasal dari agama Kristen. Itulah yang kemudian menonjolkan satu sisi. Saya hanya menambahkan kalau media itu punya nilai, unsur, dan aturan yang harus di patuhi dalam pemberitaan. “Dan itu sudah kalian dapatkan waktu PJTD dulu,” ujar saya.
Diskusi kali ini membuat saya kesimpulan, framing menjunjung satu sisi namun masih tetap pada kode etik jurnalistik. Juga beberapa unsur, nilai, dan aturan dalam berita.


(23/02/13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar