Pagi ini bernasib sama, sepi. Lebih parahnya
lagi tidak ada sesuatu yang dapat saya konsumsi menemani rasa udara segar dan
sedikit menusuk di pagi ini. Melihat kalender tercatat 18 Januari 2013. Mata
yang sayup-sayup memaksa saya menulis catatan penting ini. Teringat perkataan
teman. “Rif, jika kamu tidak segera menulis kejadian itu, maka kamu tidak akan
mempunyai sejarah. Dan akan hanya menjadi sebuah tradis lisan yang turun
temurun. Dari kamu, lanjut dengan adik kamu, dan mungkin teman adik kamu dan orang
tua dari adik kamu,” kira-kira begitu ucapnya saat berangkat menuju sebuah
warung kopi. Tempatnya di dekat Fakultas MIPA, Unej. Teman saya adalah
mahasiswa Sastra Unej. Dia aktif di pers mahasiswa.
Kaos warna hitam lengan pendek dengan
bergambarkan segitiga yang di atasnya bertuliskan “CAUTION” menemani
saya menyatu dengan udara yang dingin. Sebenarnya tidak kuat duduk di teras
panggung dengan hanya kaos pendek. Namun, aku mencoba latihan. Lagi-lagi
teringat perkataan temanku, mahasiswa Sastra Unej juga. “Rapuh,” kata
andalanya. Saya mengulang kegiatan yang saya lakukan pada malam sebelumnya.
Akun Twitter kali ini sepi. Sepi obrolan dengan kawan-kawan saya.
Satu puntung rokok pun sudah habis. Seperti
kemarin, kopi tak menemani saya menyeimbangkan hawa dingin ini. Mataku hanya
tertuju pada cahaya lampu jalan raya yang ada di utara pondok. Begitu terang,
ranting dan daun poohon asam semakin jelas dari sini.
Pukul 06.00 saya dibangunkan teman untuk
kegiatan mengaji. Mata masih tak berkompromi. Saya melanjutkan penelusuran
mimpi pagi saya. Selang satu jam kemudian, terdengar suara riuh dari bawah
panggung. Dan salah satu teman berlari menuju arah saya tidur. “He, bangun. Yai
mau ke sini. Jika kamu tidak bangun, maka Yai yang bangunkan kamu,” kata teman
saya. Mendengar kata Yai, saya langsung bangun. Muncul bayangan seram di
pikiranku.
“Mana?” tanya saya.
“Di bawah. Cepat bangun,” jawab teman saya.
Adalah minggu kegiatan bersih-bersih pondok
seperti yang sudah di jadwalkan pihak pesantren. Teman-teman sudah sibuk
membawa sapu, sikat, dan tempat sampah. Mereka sibuk membersihkan lingkunga
pondok. Saya yang masih tidur pulas di kamar. Membuat pengasuh pondok jengkel.
Beberapa teman di suruh membangunkan saya dan tak pernah berhasil. Akhirnya,
memutuskan jika masih belum bisa bangun, Yai sendiri yang akan turun tangan
sendiri. Mendengar itu, langsung mengambil kaos dan turun pindah ke kamar teman
di samping mushola.
Tiba di kamar, ada gitar yang tidak di pakai.
Saya mengambilnya dan mencoba memainkan dengan lagu yang berbeda dengan hari
sebelumnya. Pilihan kali ini lagu Ipank yang berjudul “Aku yang Hilang” (jika
tidak salah). Bermain gitar sejenak melupakan pengasuh yang sedang kesal dengan
saya. Pukul 10.30, teman saya menyusul di kamar ini. “Mas, ada temannya. Sampean
ti tunggu di kamar atas,” katanya. “Ok, habis ini saya ke sana,” pungkas saya.
Sampai di kamar, Ulum sedang menonton film
“Preman In Love” dengan teman sekamar saya. Lalu, kami ngobrol santai sambil
menonton film. “Enggak ke Sekret?” tanya Ulum. “Kunci sekret di bawa Budi.
Tidak tahu kapan dia akan kembali ke sini. Katanya kemarin sekarang sih, tapi
tidak tahu pastinya. Jadi sekarang atau besok,” jawab saya. Ulum yang mau ke
sekret mengurungkan niatnya dan hendak pergi ke rental untuk mengedit cerpen
seseorang. Dan ketika saya tanya siapa orangnya, dia tidak mengaku.
“Tidak perlu ke rental. Ini ada lapto tidak di
pakai,” ujar saya.
“Iya tah. Oke wes. Ini ada koran jika kamu mau
baca, baru saja saya membeli,” katanya dengan mengambil koran dari dalam
tasnya. Saya membaca koran dan Ulum mengedit tulisan. Untuk hari Minggu,
tulisan yang kali pertama saya baca dan lihat baru adalah cerpen dan karikatur.
Asik cerpen hari ini, membahas masalah garis keturunan.
Ulum selesai mengedit tulisan. Dia ingin pamit
pulang, saya melipat koran miliknya. Dia terburu-buru. Saya yang masih melihat
laptop dia pergi dengan segera tanpa basa-basi. “Hati siap sih yang enggak
sakit jika deperlakukan seperti itu,” kata sisi lain dari saya (hahaha, tidak
penting sama sekali). Dia pulang. Saya membuka folder “game” dan memilih
zombi. Ya, permainan dengan komposisi bunga matahari, jagung, semangka, dan
yang pasti hantu-hantu yang kakinya menghadap ke depan dan belakang. Saya tidak
tahu pasti sekarang jam berapa. Setelah baterai tinggal sedikit, saya
memutuskan untuk mematikan laptopnya.
Tidur siang ini sangat pulas. Bangun tidur
sampai selesai mandi telah mengundang waktu maghrib. Lalu, saya melakukan
aktifitas seperti biasanya di pondok ini. Sekitar pukul 21.00 saya pergi ke
warnet lagi, tetap pada tempat yang sama. Kali ini sepi. Di 12 layar
komputer-selain kasir-hanya satu yang dipakai. Seorang perempuan kira-kira 24
tahunan. Ketika saya mendapati waktu sepuluh menit di layar monitor, dia
menyudahi waktunya di warnet ini. Tinggal aku sendiri.
Terkadang saya bingung. Mengapa aku harus
meilih sesuatu yang sama pada waktu yang berbeda. Untuk ke dua kalinya saya
membuka akun twitter untuk kali pertama. Dan facebook yang selanjutnya. Akun
twitter tidak begitu ramai. Demikian juga akun facebook. Menghibur diri dengan
tweet dan update status yang GJ merupakan pilihan utama.
Sekarang sampai pada tulisan catatan pertama
saya di facebook. Beberapa komentar masuk. Seperti biasa, teman saya yang tidak
pernah off dengan facebook-nya. Juga teman gosip saya. Haha,,, hari yang
sepi.
(18/02/13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar