Rabu, 20 Februari 2013

Pondok

Pagi ini bernasib sama, sepi. Lebih parahnya lagi tidak ada sesuatu yang dapat saya konsumsi menemani rasa udara segar dan sedikit menusuk di pagi ini. Melihat kalender tercatat 18 Januari 2013. Mata yang sayup-sayup memaksa saya menulis catatan penting ini. Teringat perkataan teman. “Rif, jika kamu tidak segera menulis kejadian itu, maka kamu tidak akan mempunyai sejarah. Dan akan hanya menjadi sebuah tradis lisan yang turun temurun. Dari kamu, lanjut dengan adik kamu, dan mungkin teman adik kamu dan orang tua dari adik kamu,” kira-kira begitu ucapnya saat berangkat menuju sebuah warung kopi. Tempatnya di dekat Fakultas MIPA, Unej. Teman saya adalah mahasiswa Sastra Unej. Dia aktif di pers mahasiswa.
Kaos warna hitam lengan pendek dengan bergambarkan segitiga yang di atasnya bertuliskan “CAUTION” menemani saya menyatu dengan udara yang dingin. Sebenarnya tidak kuat duduk di teras panggung dengan hanya kaos pendek. Namun, aku mencoba latihan. Lagi-lagi teringat perkataan temanku, mahasiswa Sastra Unej juga. “Rapuh,” kata andalanya. Saya mengulang kegiatan yang saya lakukan pada malam sebelumnya. Akun Twitter kali ini sepi. Sepi obrolan dengan kawan-kawan saya.
Satu puntung rokok pun sudah habis. Seperti kemarin, kopi tak menemani saya menyeimbangkan hawa dingin ini. Mataku hanya tertuju pada cahaya lampu jalan raya yang ada di utara pondok. Begitu terang, ranting dan daun poohon asam semakin jelas dari sini.
Pukul 06.00 saya dibangunkan teman untuk kegiatan mengaji. Mata masih tak berkompromi. Saya melanjutkan penelusuran mimpi pagi saya. Selang satu jam kemudian, terdengar suara riuh dari bawah panggung. Dan salah satu teman berlari menuju arah saya tidur. “He, bangun. Yai mau ke sini. Jika kamu tidak bangun, maka Yai yang bangunkan kamu,” kata teman saya. Mendengar kata Yai, saya langsung bangun. Muncul bayangan seram di pikiranku.
“Mana?” tanya saya.
“Di bawah. Cepat bangun,” jawab teman saya.
Adalah minggu kegiatan bersih-bersih pondok seperti yang sudah di jadwalkan pihak pesantren. Teman-teman sudah sibuk membawa sapu, sikat, dan tempat sampah. Mereka sibuk membersihkan lingkunga pondok. Saya yang masih tidur pulas di kamar. Membuat pengasuh pondok jengkel. Beberapa teman di suruh membangunkan saya dan tak pernah berhasil. Akhirnya, memutuskan jika masih belum bisa bangun, Yai sendiri yang akan turun tangan sendiri. Mendengar itu, langsung mengambil kaos dan turun pindah ke kamar teman di samping mushola.
Tiba di kamar, ada gitar yang tidak di pakai. Saya mengambilnya dan mencoba memainkan dengan lagu yang berbeda dengan hari sebelumnya. Pilihan kali ini lagu Ipank yang berjudul “Aku yang Hilang” (jika tidak salah). Bermain gitar sejenak melupakan pengasuh yang sedang kesal dengan saya. Pukul 10.30, teman saya menyusul di kamar ini. “Mas, ada temannya. Sampean ti tunggu di kamar atas,” katanya. “Ok, habis ini saya ke sana,” pungkas saya.
Sampai di kamar, Ulum sedang menonton film “Preman In Love” dengan teman sekamar saya. Lalu, kami ngobrol santai sambil menonton film. “Enggak ke Sekret?” tanya Ulum. “Kunci sekret di bawa Budi. Tidak tahu kapan dia akan kembali ke sini. Katanya kemarin sekarang sih, tapi tidak tahu pastinya. Jadi sekarang atau besok,” jawab saya. Ulum yang mau ke sekret mengurungkan niatnya dan hendak pergi ke rental untuk mengedit cerpen seseorang. Dan ketika saya tanya siapa orangnya, dia tidak mengaku.
“Tidak perlu ke rental. Ini ada lapto tidak di pakai,” ujar saya.
“Iya tah. Oke wes. Ini ada koran jika kamu mau baca, baru saja saya membeli,” katanya dengan mengambil koran dari dalam tasnya. Saya membaca koran dan Ulum mengedit tulisan. Untuk hari Minggu, tulisan yang kali pertama saya baca dan lihat baru adalah cerpen dan karikatur. Asik cerpen hari ini, membahas masalah garis keturunan.
Ulum selesai mengedit tulisan. Dia ingin pamit pulang, saya melipat koran miliknya. Dia terburu-buru. Saya yang masih melihat laptop dia pergi dengan segera tanpa basa-basi. “Hati siap sih yang enggak sakit jika deperlakukan seperti itu,” kata sisi lain dari saya (hahaha, tidak penting sama sekali). Dia pulang. Saya membuka folder “game” dan memilih zombi. Ya, permainan dengan komposisi bunga matahari, jagung, semangka, dan yang pasti hantu-hantu yang kakinya menghadap ke depan dan belakang. Saya tidak tahu pasti sekarang jam berapa. Setelah baterai tinggal sedikit, saya memutuskan untuk mematikan laptopnya.
Tidur siang ini sangat pulas. Bangun tidur sampai selesai mandi telah mengundang waktu maghrib. Lalu, saya melakukan aktifitas seperti biasanya di pondok ini. Sekitar pukul 21.00 saya pergi ke warnet lagi, tetap pada tempat yang sama. Kali ini sepi. Di 12 layar komputer-selain kasir-hanya satu yang dipakai. Seorang perempuan kira-kira 24 tahunan. Ketika saya mendapati waktu sepuluh menit di layar monitor, dia menyudahi waktunya di warnet ini. Tinggal aku sendiri.
Terkadang saya bingung. Mengapa aku harus meilih sesuatu yang sama pada waktu yang berbeda. Untuk ke dua kalinya saya membuka akun twitter untuk kali pertama. Dan facebook yang selanjutnya. Akun twitter tidak begitu ramai. Demikian juga akun facebook. Menghibur diri dengan tweet dan update status yang GJ merupakan pilihan utama.
Sekarang sampai pada tulisan catatan pertama saya di facebook. Beberapa komentar masuk. Seperti biasa, teman saya yang tidak pernah off dengan facebook-nya. Juga teman gosip saya. Haha,,, hari yang sepi.



 (18/02/13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar