Selasa, 19 Februari 2013

Twitter

Pengeras suara berlomba menyerukan adzan. Sekitar pukul 19.00. Saya mendapat pesan singkat dari teman. Yang intinya untuk segera membuka akun twitter punya saya dan me-retweet sebuah halaman. Karena sedang ramai di halaman itu. Aku yang mendapat kabar, mengajak teman ke sebuah warnet dekat kampus untuk membuka twitter, disebabkan pulsa yang sudah hampir habis. “Kru, ayo ikut saya sebentar,” pinta saya. “Saya tidak mau, tubuh saya terasa dingin,” jawab Sukron, yang biasa dipanggil kru.
Telepon genggam Sukron berbunyi. Ada yang menelponnya. Sukron setelah mendapat telepon dari seseorang bingung mencari kunci sepeda motornya. “Ayo kang, kita berangkat. Tapi antarkan saya ke depan gedung akademik dulu ya. Penting,” kata Sukron. Mendengar itu, tanpa pikir panjang saya keluarkan sepeda Sukron yang berada di tempat parkir pondok. Meski suara adzan terdengar aku melanjutkan langkahku.
Dengan pelan aku mambonceng Sukron. Perjalanan sekitar satu kilometer ini berjalan dengan lancar. Meski akan menyeberang ke arah kampus, tepat timur lapangan Mangli hampir berciuman dengan mobil Avanza yang berjalan dari arah utara. Kejadian ini membuat Sukron mengencangkan pegangannya kepundak dengan erat.
“Kang, turun di sini saja. Agar terlihat galau dan sedih dengan berjalan kaki,” ujar Sukron.
“Oke, nanti kalau sudah selesai acaranya sms ya”.
Sukron berjalan ke arah timur mendekat gerbang kampus. Dan saya memutar balik arah ke barat menuju warnet yang ada di sebelah warung hijau-sebutan teman-teman saya pada warung yang berada di timur jalan itu.
Masuk warnet sepi orang. Hanya beberapa tempat yang dipakai. Tidak seperti waktu KRS-an kemarin yang tidak ada tempat kosong dan sering orang kembali. Aku memilih tempat yang dekat dengan bagian kasir. Karena saya rasa yang paling cepat dibandingkan dengan lainnya.
Saya tidak perlu menyalakan tombol power komputer. Karena sudah dalam keadaan hidup. Saya klik personal dan mengisi user name yang tersedia. Tidak memilih paket takut kalau Sukron hanya sebentar urusannya. Membuka dengan cepat Google Chrome adalah pilihan saya. Muncul tampilan dengan beberapa pilihan. Diantaranya Facebook, Twitter, Google, Yahoo, dan beberapa pilihan yang lain.
Yang pertama saya pilih adalah Twitter. Karena teringat dengan pesan yang dikirim oleh teman. Selesai memasukan user name dan password , saya klik sesuai dengan isi pesan teman di kolom pencarian. Muncul beberapa nama. Namun saya memilih nama yang lambangnya segitiga beserta gambar lain yang ada di dalamnya. Dengan klik kanan, dilanjutkan dengan klik “open link in new tab”. Ternyata benar, obrolan di halaman itu sudah ramai di penuhi beberapa pengguna akun Twitter. Diantaranya teman dari Yogya, teman Jember sendiri tentunya.
Selesai me-retweet tulisan yang ada di halaman itu, saya membuka Facebook karena teman saya yang berada di dekat tawang alun Jember selalu online. Sekadar takut ketinggalan komentar dengannya saja. Benar dugaan saya. Saya sudah tertinggal beberapa komentar dari status teman saya ngopi di kampus. Teman yang sekarang mungkin berada di Surabaya dan di Wuluhan, juga teman yang ada di Balung. Mereka sudah ribut sendiri memujiku-dengan kebalikannya.
Di tab atas, akun Twitter saya muncul angka 24 dan 1. Ramai juga orang-orang yang lagi nge-tweet. Dan angka satu yang muncul adalah obrolan kawan-kawan saya. Mereka ribut sendiri. Ada yang bilang kentut, gak jelas, kuda, salah minum, makan papan catur, dan masih banyak lagi kata-kata yang saya anggap terlalu keras untuk didengarkan saya yang masih berumur belasan tahun ini-hahahaha.
Ikut nimbrung di riuhnya obrolan. Saya hanya membaca dan memahami apa yang mereka tuliskan. Sesekali memang ikut dalam obrolan itu. Pembicaraan mereka semakin serius saja. Saya membuka Facebook lagi. Hanya beberapa gelintir orang yang berkomentar, di antaranya teman yang di Surabaya dan dekat tawang alun. Mungkin teman yang di Wuluhan dan Balung tidak sedang online. Ada pesan di Hp. Pesan itu dari Sukron. Dia bilang kalau acaranya sudah selesai. Pesan itu mengakhiri saya di warnet dan menjemput Sukron.
Tiba di pondok sekitar pukul 20.00. waktu masih sore. Saya mengambil gitar yang ada di kamar teman yang dekat dengan mushola. Lagu “Saat Terakhir” milik ST 12 adalah pilihanku. Bukan karena apa, galau, sedih, dan beberapa teman yang semacamnya. Hanya lagu itu yang saya hafal grip gitarnya dengan main petik. Petik-an, kata teman saya dulu waktu mengajari lagu ini.
Bosan gitaran dengan mengulang sepuluh kali pada lagu yang sama. Saya menyalakan laptop teman yang tidak dipakai. Mencari folder film, sulit sekali. Karena harus mengetikkan terlebih dahulu kata yang ingin di cari pada kolom search. Setelah muncul, isinya beragam. Dari film indo, luar, sampai luar indo. Satu per-satu saya coba. Tidak ada yang membangkitkan nafsu untuk tetap melihatnya. Ada hanya satu, kungfu panda 2. “Ya cukup lah, untuk menghibur diri yang tidak ada teman dan tidak bisa tidur,” pikir saya.
Sekitar pukul 21.30 saya teringat akan gratisan telpon di Hp. Beberapa kontak dihubungi tidak ada yang aktif. Ada, tapi tidak ada jawaban. Sampai saya menemukan kontak yang dapat dihubungi. Dia adalah teman gosip saya di kampus, perempuan. Ngobrol tak tentu arah menjadi tema obrolan kami. Sampai sering kami hanya berdiam diri dan mengingatkan jika itu terjadi. “Apa kamu sudah tidur”adalah kata yang sering terucap. Karena malam ini saya malas berbicara. Pun dengan teman yang mungkin juga mulai mengantuk. Sempat dia bicara, habis minum kopi karena sudah mulai mengantuk. Sampai pukul 23.30 dia sudah tidak kuat lagi menahan rasa kantuk. “Saya tidur dulu ya mas, sudah mengantuk,” kata teman saya yang umurnya mungkin di bawah saya. “Ya, terima kasih atas waktunya,” balas saya.
Rampung telepon. Rampung juga film kungfu panda 2. Karena film yang sering saya lihat ini, dalam menonton sambil menekan tombol arah kanan. Suasana malam semakin sepi. Teman-teman sudah tumbang semua. Hanya beberapa yang masih tegar melototi layar laptop sambil berkomentar dalam halaman Facebook.
Menuruni tangga panggung, saya menemukan teman-teman yang tumbang dengan televisi yang masih menyala di depan mereka. Di pojok TV tertulis SCTV. Saya tidak sengaja lewat dan ternyata acaranya adalah “Perahu Kertas 2”. Tepat saat si Kugi sedang menangis saat di tinggal Remi di dekat pantai. Wok,,,, sedih banget yah,,,.
Tak sampai rampung, salah satu teman yang ternyata masih belum tidur mengajak saya beli nasi di pasar Mangli. Dia dari tadi sedang main PS hanya dua orang. Tak seperti biasa, banyak orang dalam satu permaianan. Semacam turnamen.
Nasib tidak begitu mujur. Hendak berangkat ada saja halangan. Mulai dari uang yang tidak temu, sepeda yang kunci lupa menaruh, dan lainnya. Tapi yang bingung bukan saya, teman. Setelah menemukan kunci sepeda, kami berangkat. Berjalan pelan membuat tubuh saya semakin menyatu dengan hawa dingin malam ini. Namun, tak menyurutkan untuk mengurungkan niat makan nasi pecel di pasar Mangli. Setiba di sana, orang-orang pasar yang membawa sayur sudah banyak dan mulai menata daganganya. Malam ini, saya makan di tengah-tengah tumpukan sayur dan lalu lalang orang-orang yang sibuk dengan barang dagangan mereka.
Makan dengan pecel, lauk tahu dan kerupuk mengurangi kantong saya sebanyak tiga ribu rupiah. Dan saya tidak menambah apapun, kerupuk, tahu, atau teh hangat. Menunggu teman yang masih kurang dengan porsi yang sudah di pesan. Dia memesan satu bungkus lagi lengkap dengan lauk.
Di depan gerbang pondok sudah berdiri dua orang. Cahaya yang remang-remang membuat pandangan saya tidak begitu jelas. Setelah mendekat, ternyata kiai dan gus saya.
“Waduh, mau jawab apa ini,” pikir saya.
“Dari mana, Ron,” tanya kiai pada teman saya.
“Dari pasar beli nasi bungkus,” jawab teman saya.
Urusan interogasi selesai. Saya naik ke atas panggung. Dengan membawa bungkusan nasi teman. Tapi, teman saya masih belum naik ke atas panggung. Saya tidak tahu nasib teman saya yang tidak lulus interogasi itu mungkin. Selang beberapa menit, dia kembali dengan nafas putus-putus. Dia bercerita kalau dari pasar membeli nasi untuk gus saya. “Eh, bukan tidak lulus interogasi to. Tapi dapat tugas membeli nasi untuk gus ya,” ujar saya.
Mata masih sulit untuk dipejamkan. Dan waktu pagi sudah menyambut. Saya memutuskan untuk membuka Twitter untuk menghibur diri. Ramai. Adalah kata yang tepat untuk Twitter pagi ini. Obrolan sengit antara kawan-kawan Jember masih berlanjut. Melanjutkan yang tadi sore. Pembahasan juga semakin panas, asu, asem, dan beberapa kata lainnya mengiringi obrolan pagi ini. Tambah menit bukan menyurutkan obrolan. Tapi sebaliknya. Kali ini aku menjadi hujatan. Memang mereka tega terhadap diriku. Tapi, apakah mereka tahu kalau aku juga butuh motivasi kakak (meniru gaya salah satu teman gosip di sekret).

(17/02/13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar